"Dari ban bekas, Pak? emang bisa?"
"Bisa"
20 tahun yang lalu di depan sebuah rumah sederhana Bapak membuatkan aku ayunan. Dari ban bekas truk pengangkut sawit. Dikaitkan dengan tali di sebuah pohon jambu. Ayunan sederhana, tapi menyenangkan. Aku biasa bermain sendiri kalau pagi begini. Mamaku sibuk di dapur. Entahlah sedang merebus ubi atau merebus jagung. Tadi malam Mbah datang, bawa kacang tanah mentah banyak sepertinya. Bapak dimana ya? oh itu di kebun kecil sebelah rumah, badan tingginya nampak dari sini, mungkin sedang membersihkan ilalang di ladang jagung.
Aku masih asyik bermain ayunan. Sesekali menggigit buah jambu biji ditanganku. Pohonnya rindang, buahnya sering menjutai kebawah. aku dengan mudah bisa mengambilnya. Bunyi krasak krusuk di sebelah rumah. Aku bisa melihat dengan jelas, itu Babi. Babi hutan sedang bersembunyi dibalik semak. Aku terlonjak kaget.
"Bapak... Bapak... itu.. itu ada babi...!"
Bapak bergerak cepat. Ditangannya dia memegang parang. Babi entah sudah menelusup masuk ke semak. Bapak berlari mengejar.
"Ada babi...!!! Ada babi....!!"
Tetangga berlarian ikut mengejar.
"Cepat... cepat tangkap"
Aku bersorak sendiri. Takut sih. Tapi seru rasanya melihat babi itu dikejar 5 orang dewasa. Lihatlah sekarang babi itu bahkan masuk ke ladang jagung milik tetangga. Kocar kacir orang mengejarnya.
"Tombak... !!!"
itu bukan aku yang berteriak tombak. Entahlah bagaimana nasib si Babi. Yang aku lihat dari kejauhan Bapak kembali ke rumah. Aku berlari kecil menyambutnya. Bagai pahlawan dari medan perang.
"Babinya mati ya, Pak?"
"Iya"
Salah sendiri babi hutan sering merusak ladang orang.
20 Tahun kemudian,
Awal Januari 2016.
Aku melajukan motor matic di senin pagi ini. Kalian tau senin selalu bisa merusak mood sebagian orang. Termasuk aku pastinya. Entahlah senin ini terjebak macet didaerah batam centre itu rasanya mengesalkan sekali. dengan berkendara motor saja aku harus berhenti di traffic light yang sama sebanyak 3 kali. Capek banget kan rasanya.
Rentetan kesialan apalagi pagi itu tiba-tiba setelah lampu traffic light berubah hijau, matic ku tiba-tiba bannya goyang. Pasti bocor nih, aku bergumam sendiri.
Akhirnya aku tepikan motor di sisi jalan. Aku cek ternyata ban belakang kena paku. Rasanya kesal udah nyampai di ubun-ubun. Celingak-celinguk lihat kanan kiri, sebrang, ternyata ga ada tambal ban didaerah sini. Tiba-tiba otakku koq jadi buntu gini. aku keluarkan Hp, aku search nama 'Bapak'. Niatnya mau ngabarin kalau ban motorku bocor trus harus gimana, sementara jam masuk kantor udah mepet.
'No result for "Bapak".' itu tulisan yang tertera di HP ku. Loh koq bisa sih, ga ada kontak nama Bapak di Hp ku. Error nih Hp, aku sudah berpikir begitu.
Aku pencet nomornya saja langsung di panggilan. Loh koq berubah nama yang tertera di kontak dengan nomor itu jadi "Reka". Hah? ini Hp kenapa harus error disaat-saat seperti ini.
Masa iya sih HP ku error? Aku coba mengambil nafas dalam. konsentrasi.
Aku coba lagi melihat HP ku, Ya Allah, hatiku langsung menciut sakit, mataku rasanya panas, dada mendadak sesak. Aku istighfar berkali-kali.
Sampai berjongkok disamping motor. aku kembali beristighfar. Air mata juga udah langsung aja ngalir tanpa bisa aku tahan. Sesenggukan nangis di samping motor, Tepi jalan lampu merah simpang Gelael Batam Centre.
Ya Allah. Aku kenapa? Kenapa bisa lupa kalau Bapak 'udah ga ada'?
Pagi itu pertama kalinya aku lupa kalau Bapak udah ga ada lagi. Beneran ga ada. Pergi. dan tak akan kembali. Sudah dari setengah bulan terhitung dari pagi itu sebenarnya. Padahal aku jadi saksi perginya bapak dan selama jangka waktu itu aku jadi anak yang beranggapan Bapak lagi kerja aja diluar kota, kayak biasanya kan gitu. Bapak sebulan di Batam. 3 bulan balik ke Jambi. Gitu kan? Otakku sinkronnya gitu. Tapi kenapa dengan air mata ini? sesak ini?
Hah. Aku ini bodoh atau apa sih? Gimana bisa aku beranggapan begitu.
Aku ini kenapa sih? lari dari kenyataan atau gimana?
Sesak ini Ya Allah. Lalu kemudian sesenggukan di tepi jalan dengan isi kepala penuh puzzle-puzzle kejadian nyata kalau bapak udah ga ada. Potongan kejadian Bapak sakit, Bapak menghembuskan nafas terkahirnya, Mama pingsan, pemakaman, tangis mama di subuh itu.
Aku semakin tertunduk menangis, dadaku rasanya sesak sampai sulit bernafas.
Tidak. Aku ga boleh kayak gini. Aku anak pertama kan, aku ga boleh serapuh ini, Aku harus bisa ikhlas. Aku harus bisa terima kenyataan kalau bapak udah ga ada. Aku harus kuat melindungi mama dan adek-adekku. Aku harus bangkit.
Aku usap paksa air mata di pipi sembari menarik nafas dalam.
Aku bukan cewek manja dan senang bergantung ke oranglain. Gak. Aku harus mandiri.
Pagi itu dengan hati teraduk-aduk. Pagi itu dengan isi kepala penuh potongan puzzle kenangan bersama Bapak. Aku berjanji pada diri sendiri untuk kuat, kuat hati, kuat pikiran, kuat tenaga. Karena sejatinya hal paling menyakitkan dari kepergian dan kehilangan adalah mereka yang pergi membawa separuh hati kita, kita yang masih berada disini merasa sesak hingga kemudian sadar ada sepotong hati yg hilang, terbawa dengan mereka yang sudah 'Pergi' dan 'Tak pernah kembali'.
20 Tahun kemudian,
Awal Januari 2016.
Aku melajukan motor matic di senin pagi ini. Kalian tau senin selalu bisa merusak mood sebagian orang. Termasuk aku pastinya. Entahlah senin ini terjebak macet didaerah batam centre itu rasanya mengesalkan sekali. dengan berkendara motor saja aku harus berhenti di traffic light yang sama sebanyak 3 kali. Capek banget kan rasanya.
Rentetan kesialan apalagi pagi itu tiba-tiba setelah lampu traffic light berubah hijau, matic ku tiba-tiba bannya goyang. Pasti bocor nih, aku bergumam sendiri.
Akhirnya aku tepikan motor di sisi jalan. Aku cek ternyata ban belakang kena paku. Rasanya kesal udah nyampai di ubun-ubun. Celingak-celinguk lihat kanan kiri, sebrang, ternyata ga ada tambal ban didaerah sini. Tiba-tiba otakku koq jadi buntu gini. aku keluarkan Hp, aku search nama 'Bapak'. Niatnya mau ngabarin kalau ban motorku bocor trus harus gimana, sementara jam masuk kantor udah mepet.
'No result for "Bapak".' itu tulisan yang tertera di HP ku. Loh koq bisa sih, ga ada kontak nama Bapak di Hp ku. Error nih Hp, aku sudah berpikir begitu.
Aku pencet nomornya saja langsung di panggilan. Loh koq berubah nama yang tertera di kontak dengan nomor itu jadi "Reka". Hah? ini Hp kenapa harus error disaat-saat seperti ini.
Masa iya sih HP ku error? Aku coba mengambil nafas dalam. konsentrasi.
Aku coba lagi melihat HP ku, Ya Allah, hatiku langsung menciut sakit, mataku rasanya panas, dada mendadak sesak. Aku istighfar berkali-kali.
Sampai berjongkok disamping motor. aku kembali beristighfar. Air mata juga udah langsung aja ngalir tanpa bisa aku tahan. Sesenggukan nangis di samping motor, Tepi jalan lampu merah simpang Gelael Batam Centre.
Ya Allah. Aku kenapa? Kenapa bisa lupa kalau Bapak 'udah ga ada'?
Pagi itu pertama kalinya aku lupa kalau Bapak udah ga ada lagi. Beneran ga ada. Pergi. dan tak akan kembali. Sudah dari setengah bulan terhitung dari pagi itu sebenarnya. Padahal aku jadi saksi perginya bapak dan selama jangka waktu itu aku jadi anak yang beranggapan Bapak lagi kerja aja diluar kota, kayak biasanya kan gitu. Bapak sebulan di Batam. 3 bulan balik ke Jambi. Gitu kan? Otakku sinkronnya gitu. Tapi kenapa dengan air mata ini? sesak ini?
Hah. Aku ini bodoh atau apa sih? Gimana bisa aku beranggapan begitu.
Aku ini kenapa sih? lari dari kenyataan atau gimana?
Sesak ini Ya Allah. Lalu kemudian sesenggukan di tepi jalan dengan isi kepala penuh puzzle-puzzle kejadian nyata kalau bapak udah ga ada. Potongan kejadian Bapak sakit, Bapak menghembuskan nafas terkahirnya, Mama pingsan, pemakaman, tangis mama di subuh itu.
Aku semakin tertunduk menangis, dadaku rasanya sesak sampai sulit bernafas.
Tidak. Aku ga boleh kayak gini. Aku anak pertama kan, aku ga boleh serapuh ini, Aku harus bisa ikhlas. Aku harus bisa terima kenyataan kalau bapak udah ga ada. Aku harus kuat melindungi mama dan adek-adekku. Aku harus bangkit.
Aku usap paksa air mata di pipi sembari menarik nafas dalam.
Aku bukan cewek manja dan senang bergantung ke oranglain. Gak. Aku harus mandiri.
Pagi itu dengan hati teraduk-aduk. Pagi itu dengan isi kepala penuh potongan puzzle kenangan bersama Bapak. Aku berjanji pada diri sendiri untuk kuat, kuat hati, kuat pikiran, kuat tenaga. Karena sejatinya hal paling menyakitkan dari kepergian dan kehilangan adalah mereka yang pergi membawa separuh hati kita, kita yang masih berada disini merasa sesak hingga kemudian sadar ada sepotong hati yg hilang, terbawa dengan mereka yang sudah 'Pergi' dan 'Tak pernah kembali'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar