Hai olmaipren...!!!
desember udah pertengahan, orang-orang udah pada sibuk ngomongin liburan, sebagian malah sibuk sama resolusi tahun depan. Kalian sibuk yang mana?
Khusus desember ini saya mau tulis apapun yang melintas di pikiran saya, jujur ini bakalan absurd banget karna postingan blog kali ini bakal berisi curhatan menye-menye, tema yang ga fokus, dan entahlah ini kayak perasaan saya, bercampur, dari merah jambu hingga jingga.
***
Bulan desember kali ini saya mau cerita tentang masa remaja. Akhir - akhir ini saya sibuk membimbing adik-adik remaja di lingkungan masjid kampung kami. Ikatan Remaja Masjid Al-Muttaqiin, itu nama organisasi kami. Kalau dulu saya tergabung untuk jadi anggota dari remajanya, sekarang saya yang malah pelan-pelan membimbing adik-adik remaja. Rasanya tuh seru, jadi berasa muda lagi. wkwkwk
Perayaan maulid nabi yang di masjid kampung kami adakan di tanggal 18 Desember lalu benar-benar menjadi momen buat kebangkitan adik-adik remaja memakmurkan masjid. Semua hal tentang perayaan hari besar Maulid di handle oleh remaja. satu kata buat mereka, Membanggakan.
Harapannya sih ga muluk-muluk ya, semoga adik-adik tetap istiqamah berada di barisan dakwah ini. Aamiin.
***
Bulan desember, mengingatkan saya kembali bahwa di bulan desember tahun lalu saat saya berada di titik paling rendah, hancur lebur perasaan, mengharu biru kenangan. Dan ternyata emang udah setahun hal itu berlalu. Ga tau waktu yang cepat banget berjalan, atau saya yang sengaja mengset-up jalan pikiran buat *jangan di ingat* *terlalu menyakitkan* *terlalu hancur tak berbentuk*
tapi lagi-lagi yah namanya hidup itu penerimaan, saya bisa apa sih sekarang selain mengirim Do'a.
Jadi ingat beberapa hari lalu saya dari makam, waktu itu saya bareng Dinda. Rumput-rumput sudah mulai panjang, beberapa entah itu bunga atau rumput liar. Saya terduduk, mencabuti rumput-rumput. Dan seperti film di putar di otak saya, setahun lalu saya menahan isak tangis saat jasadnya dimasukkan. Sesak itu masih ada.
Saya ga tau gimana proses penerimaan itu berjalan, satu hal saya merasa sudah ikhlas, tapi di lain hal saya merasa tidak mau kehilangan. Ironis memang. Ga tau saya ga bisa jabarin gimana rasanya. Fisiknya memang sudah tidak ada, tapi di hati saya ada tempat istimewa untuknya.
***
Dari awal bulan saya masih bingung memilihkan sekolah untuk Dinda (sampai sekarang juga belum fix -__-) Seperti di postingan FB saya kapan tahun itu, Dinda request lanjut SMA di jawa, kalau bisa boarding school.
Jadilah saya browsing buka web sekolah-sekolah dari mulai bentuk madrasah / pesantren, sampai sekolah boarding school umum maupun boarding school berbasis Islam Terpadu.
Nah ternyata guys, browing sana sini, baca ini itu, saya bisa menyimpulkan bahwa biaya pendidikan sekolah di Jawa itu relatif, boarding school untuk SMA di kisaran 15 - 20 juta ini umum ya. bisa dibilang standar harganya memang segitu. Nah tapiiii, makin mewah fasilitas yang dijanjikan berbanding lurus dengan besarnya biaya pendidikan. Adalah sebuah SMA IT di kawasan Jawa Barat, biasanya ini sekolah targetnya kalangan atas, biaya masuknya saja bisa mencapai 100 juta, beeuuhhh.
Sekolah-sekolah di Jawa umumnya sudah buka pendaftaran di akhir tahun begini, awal tahun nanti malah sudah ujian saringan masuk. Malah ada sekolah yang jika februari ini setelah ujian, kuota sudah cukup maka tahun ajaran baru nanti di bulan juli tidak membuka pendaftaran lagi.
Sekolah Islam Terpadu tetap jadi pilihan utama saya untuk Dinda, meneruskan dari SMP yang juga IT. nanti kalau sudah fix Dinda diterima di salah satu sekolah, Saya ceritain lengkap gimana prosesnya. hoho
Mau lanjut masalah sekolah Dinda, tapi saya galau~ dudududu. ganti tema pleaseeee...!!
***
Desember pertengahan bulan, saya baru beli Novel barunya tere Liye, 'Tentang Kamu". Saya review sedikit yaak.
Ga usah terlalu serius gitu lah, ini review alakadarnya aja koq, pakai bahasa santai ala saya, dan tulisan ini dari sudut pandang saya sebagai penikmat karya Tere Liye.
Novel ‘Tentang
Kamu’ launching di bulan oktober 2016. Bulan November sudah beredar di
toko-toko buku. Baru beredar di toko
buku novel ini udah dapat sambutan hangat dari penikmatnya. Ga perlu nunggu
berbulan-bulan, bahkan belum sampai akhir november udah naik cetakan ke 3. Fix,
novel ini jadi best seller. Bahkan nih saya harus kecewa berat saat awal
desember ke Gramedia Bcs dan kehabisan novel ‘Tentang Kamu’.
Setelah menelpon
ke Gramedia Bcs kapan novel ini restock
dan harus puas dengan jawaban “kita belum bisa pastikan ya mba” akhirnya saya
meninggalkan nomor hp supaya nanti kalau novelnya sudah ada saya bisa di kabari
by SMS oleh Gramedia Bcs, pertengahan bulan desember akhirnya novel ‘Tentang
Kamu’ sudah bisa saya genggam erat. Hehe
Harga novel ini seingat saya sekitar Rp
87.000,- terbitan Republika. Saat beli sedang ada diskon di Gramedia Bcs, 15%,
jadi lumayan juga,setelah diskon ga jauh
beda dari harga kalau kita beli online di penerbit, sekitar 70an ribu juga.
Untuk ukuran 500 lembar ini termasuk harga terjangkau kalau menurutku.
Republika berbaik hati memahami kondisi perekonomuian readers kayaknya sih. Wkwkwk.
Melangkah sejenak
dari persoalan harga, pertama saya lihat novel ini di medsos saya langsung
jatuh cinta sama desainnya. Unik banget, gambar sepatu, jadi ingat lagunya
Tulus.
“Kita adalah
sepasang sepatu
Selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa
Bergerak karena kaki manusia
Aku sang sepatu kanan
Kamu sang sepatu kiri”
Selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa
Bergerak karena kaki manusia
Aku sang sepatu kanan
Kamu sang sepatu kiri”
Lagu favorit aku
nih, liriknya bagus, suara Abang Tulus juga enak banget. Duuhh Bang Tulus
bisaan banget deh, #Gubraakkk *di timpuk sepatu beneran*
Back to topic, kalau ada orang bilang jangan menilai buku dari
sampulnya, ini kalimat benar banget, tapi sampul atau cover buku juga turut
menentukan ketertarikan seseorang membeli buku. Dan cover ‘Tentang Kamu’ sukses
menarik minat orang banyak. Unik.
Seperti biasa
Tere Liye simple banget emang orangnya, tidak ada ucapan di kata pengantar yang
bertele-tele, cukup seuntai kalimat ucapan terimakasih yang ditujukan Tere Liye
kepada Ibundanya.
Novel ini
bercerita tentang kisah bagaimana seorang pengacara bernama Zaman Zulkarnain
menemukan ahli waris / surat wasiat dari seorang wanita bernama Sri Ningsih
yang meninggalkan harta warisan berupa 1% Saham yang kalau di rupiahkan bisa mencapai 19 triliun Rupiah. Zaman Zulkarnain harus
menelusuri kisah perjalanan hidup seorang Sri Ningsih.
Lewat diary milik Sri Ningsih yang berisi 5 bagian, kalau di novel ini disebut juz.
Juz pertama tentang kesabaran , juz kedua tentang persahabatan, juz
ketiga tentang keteguhan hati, juz keempat tentang cinta , dan juz
terakhir tentang memeluk semua rasa sakit. Dan juz juz ini adalah tema
yang ingin diusung dalam novel ini.
Punya alur maju
mundur cantik, eh maksudnya alur maju mundur aja ga pakai cantik, kita beneran
seperti merasakan bagaimana kehidupan di era tahun 60an – 2016.
Belum seperempat
halaman, saya sudah terisak membaca bagian Sri Ningsih punya masa kecil yang
mengaharu biru. Terlahir sebagai piatu, Ibu kandung Sri meninggal saat
melahirkan Sri ke dunia, lalu menjadi yatim saat berumur 9 tahun, kemudian
harus hidup dengan ibu tiri yang kejam.
Nah ini kelemahan
saya kalau baca novel yang menceritakan kehidupan keluarga, cepat banget
sensitif deh ini hati. Ga tega membayangkan masa kecil Sri Ningsih.
Dari novel ini
saya juga jadi tau Indonesia itu amazing
banget, salah satunya tentang Pulau Bungin, di Sumbawa, NTB. Pulau dengan
penduduk terpadat di dunia. Takjub banget lihat ini pulau, sangking padatnya
sampai tak terlihat lagi tanahnya mana, hahaha. Bahkan untuk menguburkan
jenazah saja harus menyebrang ke Tanjung Darat. Nah kalau mau lihat kambing
makan kertas ya cuma di Pulau Bungin aja nih adanya. (di atas ada ya penampakan Pulau Bungin, sumber dari https://www.vebma.com/media/bungin3.jpg )
Kembali pada
lanjutan kisah Sri Ningsih di Pulau Bungin yang berakhir mengenaskan, Sri
Ningsih dan adiknya Tilamuta melanjutkan hidup di wilayah Jawa Tengah, di
Surakarta lebih tepatnya. Di sebuah pesantren, pun sama kehidupan Sri Ningsih
di Surakarta juga berakhir dengan kenangan pahit, pengkhianatan, kekejaman PKI.
Sri Ningsih
memutuskan pindah ke Jakarta sekitar tahun 70’an, merintis dari nol, hingga
sukses dan punya pabrik pembuatan sabun mandi. Sampai suatu hari Sri memutuskan
menjual pabriknya dan pindah ke London. Kemudian di awal 2000’an Sri pindah ke
Prancis.
Novel Tere liye selalu punya pesan moral dan makna yang dalam, nah kalau di novel ini kita akan belajar bagaimana seorang Sri Ningsih yang punya hati baik banget, tidak pernah membenci walau sedebu, tidak pernah berprasangka buruk walau setetes.
Saya ga bisa
detail ceritakan perjalanan hidup Sri ya, sengaja sih. Biar kalian penasaran.
Wkwkwk. Seperti yang saya bilang diawal tadi, ini sekedar review. Bukan
Sinopsis atau resensi.
Jadi terimalah review alakadarnya ini. wkwkwkwk.
Eh tapi ini serius, Saya recommended pakai banget novel ini buat semua kalangan. Bahasanya mudah dipahami dan sarat makna pastinya. Ga nyesel pokoknya invest novel karya Tere Liye. Oh ya yang mau minjem juga boleh, tapi ngantri yaak, terakhir sih urutan minjam masih sama adik saya yang belum selesai baca.
***
Akhir kata terimakasih sudah mampir dan baca sampai akhir.
Desember, Saya punya sajak sebelum menutup cerita absurd bulan ini.
Kalau hati manusia bisa kau baca layaknya tulisan,
Tentu mudah bagimu mengartikan kegelisahanku kawan.
Ada yang rawan, selalu ku coba walau penuh cobaan.
Untuk apa menghindar, karna rela bisa jadi adalah keikhlasan.
Beberapa berkata ini semua beban,
Padahal tak sejumput pun ada tanyaku apalagi keraguan.
Supaya semua tau aku sedang belajar melepaskan,
Sejatinya ini semua tentang penerimaan.
Batam, 23 Desember 2016
-Tari-
