Hai Olmaipren,
Tampilan blog berubah yee.. Pink-pink gimana gitu, biar lebih apa ya? girly maybe. hahaha :D
Tampilan blog berubah yee.. Pink-pink gimana gitu, biar lebih apa ya? girly maybe. hahaha :D
Bulan ini aku balik lagi dengan 1 cerpen hasil curhatan dengan sahabatku. ini kisah nyata. nama dan lokasi kejadian disamarkan. Silahkan dinikmati & semoga menghibur ^_^
****
Range Waktu 2010
- 2014
Aku hanya bisa menatap punggungnya pergi menjauh, rasanya
campur aduk setelah pertemuan ini.
masih belum rela aja kalau dia cepat-cepat pulang, belum
puas aja ngobrol berbagi cerita dan rindu?
Rindu? Ah yang benar saja, membuatku malu saja untuk
mengakuinya.
"Masuk, segera kembali ke kamarmu...!" hardikan
keras mengagetkanku.
Galak banget
emang penjaga asrama. Ya begini
nasib kalau tinggal di asrama. Kadang aku heran ini aku tinggal di
asrama atau di penjara sih? Hahaha.
Sebagaimana
menyebalkan aku kuliah disini sebesar itu jualah aku mencintai kampusku ini.
Setahun lalu aku memutuskan melanjutkan kuliah di ibu kota provinsi, jauh dari
orangtua, tinggal di asrama, demi jurusan kuliah idaman, demi mewujudkan
cita-cita mulia. (Sorry guys, saya ga
bisa umbar data pribadi sumber ya, privasi katanya. Termasuk jurusan kuliah dan
kampus, biar misterius katanya, wkwkwk).
Keputusan besar
itu otomatis jadi jalan cerita baru buat aku dan dia. Antara semakin dekat atau
malah semakin jauh. Aku segera membuka bingkisan yang tadi dia berikan. Ga usah
mikir yang aneh-aneh deh. Ini bingkisan titipan Mama, sengaja dititipkan ke dia
karna dia lagi ada urusan di Ibu Kota Provinsi, jadi dia bukan sengaja mau
nemuin aku kan disini? Dia cuma mampir. Ingat. Cuma mampir. Please hati jangan
GR dulu.
Drrrttt...
drrrttt...
Hp ku bergetar,
tanda SMS masuk.
“Maaf tadi gak bisa lama ya dek. Abang masih ada
urusan lain. Titipannya mama aman kan? Tadi di kapal rame banget, barang penumpang
ditumpuk semua. Gak rusak kan dek?”
Rusak banget
bang. Lihat aja ini snack hancur begini. Keripik ubi kenapa jadi remahan
begini.
Tapi aku ga
mungkin balas gitu ke dia.
“gak rusak bang.
Makasih ya udah mau nganterin. Maaf ngerepotin abang jadinya.”
“Gpp dek. Gak ngerepotin koq. Oh ya kamu kurusan
ya sekarang dek?”
Jelaslah aku
kurusan bang, tiap hari mikirin kamu.
Tapi aku ga
mungkin balas gitu ke dia.
“hehehe. Masa sih
bang adek kurusan? Padahal makan ku banyak lho. Ngomong2 abang kapan pulang ke
Batam? Nginep atau pulang hari?”
“Kamu jangan terlalu stres mikirin kuliah. Enjoy
aja. Jangan lupa jaga kesehatan terus ya. Abang pulang hari dek, besok masuk
kerja juga, mana bisa nginap.”
Aku buru-buru
mengambil satu buku yang sengaja aku selipkan di bawah bantal. Aku menyalin
semua obrolan kami di SMS ke buku catatan ini. Terdengar aneh ya? HP jadulku
ini, alias HP dengan layar hitam putih ini mana punya memori, kotak masuk
penuh, SMS baru tidak bisa masuk. Jadilah aku menyalin semua percakapanku
dengannya di buku ini. Dan aku bakal senyum-senyum sendiri kalau baca isi buku
ini. Biasanya sebelum tidur aku baca buku ini, sambil agak berharap,” hadir di
mimpi aku malam ini bisa bang?”
Drrrttt...
drrrttt...
Drrrttt...
drrrttt...
HP ku tidak
berhenti bergetar diatas meja. Dengan mata tertutup aku meraihnya cepat. Pukul
02.30.
“halo,
assalamu’alaikum”
“wa’alaikumsalam.
Tahajud dek. Ayo bangun”
“iya 5 menit
lagi”
Aku tanpa sadar
memencet tombol merah di HP.
Drrrttt...
drrrttt...
Drrrttt...
drrrttt...
Aku menekan tombol
hijau, tapi tidak langsung bersuara.
“Udah bangun dek?
Ayo bangun dulu dek, sholat dulu”
Dia sudah lebih
dulu menginterupsi, selalu begitu. Dan jangan heran, dia akan selalu menelponku
hingga aku benar-benar bangun dan sholat.
****
Bohong kalau aku
mengaku tidak senang dengan semua perhatian dia. Aku senang. Pakai banget.
Seperti pagi ini, ujian tengah semester, dan satu sms di pagi hari dari dia
benar-benar moodbooster buat aku. Dia manis, hatinya, eh wajahnya juga. Duh aku
selalu bingung bagaimana mendeskripsikan fisiknya. Dia lebih tinggi dari aku,
rambutnya lurus, dan namanya begitu hangat terukir di hatiku.
Aku dan dia,
entahlah sebutannya apa. Pacar? Jelas bukan. Adik? Hah itu lagi. Adik ketemu gede?
Hahaha. Kami sahabat dekat. Emang ada sahabat tapi gak dekat? Hah aku bingung
sendiri jadinya.
Aku jadi
membayangkan kisah awal pertemuan kami. Aku dan dia bertemu di sebuah
organisasi. Awalnya tidak ada perasaan apapun. Tapi rasa suka bisa tumbuh
karena terbiasa. Seperti pepatah jawa itu lho, witing tresno jalaran songko kulino. Singkat cerita kami jadi
sering berbalas pesan. Cerita seputar organisasi sampai hal pribadi. Curhat.
Minta saran. Bahkan hal sepele tentang nama kucingku saja dia tau.
Dia perhatian.
Baik. Rajin sholat berjamaah. Sopan juga kepada kedua orangtuaku. Aku yang
notabene anak pertama perempuan, seperti terjerat sendiri pada sosoknya, aku
yang awalnya hanya menganggap dia sebagai sosok abang, harus sesak sendiri
sekarang. Ah sepertinya aku beneran sayang sama abang.
Ahh tidak. Aku geleng-geleng
kepala sendiri. Sepertinya aku bukan hanya sayang. Aku terlanjur jatuh. Jatuh
cinta.
****
Satu hari aku dan
teman-teman asrama sedang sibuk di dapur, jadwalku untuk masak. Hari ini
minggu. Perkuliahan libur. Baiklah biar aku yang pegang kendali dapur hari ini.
Drrrttt...
drrrttt...
Drrrttt...
drrrttt...
Aku cepat
mengambil HP di kantong, mungkin mama yang nelpon, ini kan minggu mama biasanya
sering nelpon kalau hari minggu.
“Halo
Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam
adek”
Ehh aku mendelik
sendiri melihat Hpku dan langsung tersenyum lebar saat tau dia menelponku.
“ehh abang,
kirain mama tadi bang yang nelpon”
“ooh, abang
ganggu gak nih?”
Aku melirik
masakanku di wajan yang hampir matang.
“gak kok bang.
Kenapa? Tumben siang nelpon?”
“Gak apa-apa sih.
Kangen aja pengen dengar suara kamu”
Bluuusssshhh...
Pipiku merona. Untung jaman itu belum ada video call jadi dia gak bisa lihat
pipiku yang sudah semerah tomat ini. Baru dikasih gombalan receh doang padahal.
Ya ampuuunn.
“hehe.. bisa aja
sih abang”
Mendadak suaraku
berubah agak kalem n sok imut. Khas cewek-cewek kasmaran.
“hehe.. lagi
ngapain kamu dek? Berisik banget kayaknya”
“iya nih bang,
lagi di dapur. Hari ini aku masak”
“waahh.. masak
apa?”
“Capcay, tapi gak
ada seafoodnya, sayur semua”
“Tau emangnya
kamu bumbunya capcay apa aja?”
“Abang iiihh, tau
laahh...”
Lagi suaraku
kedengaran sok manja dan sok imut. Dan percakapan di telepon itu pun berlanjur
lama.
Sampai akhirnya dia mengakhiri percakapan karna udah masuk waktu zuhur
dan dia mau ke masjid.
“yeeeiii dia
telpon aku.. dia kangen suaraku katanya.. dia telpon akuuuu” aku berteriak
girang tanpa sadar ternyata HP ku masih tersambung dengannya. Dia belum
mematikan panggilan telponnya. Itu artinya dia denger dong aku teriak? OH MY
GOODDD...!!!
****
Aku mendadak
memutuskan balik ke Batam. Hari ini dia ulang tahun. Tadi malam aku bela-belain
begadang sampai jam 12 malam, buat sms dia ngucapin selamat ultah, buat jadi
yang pertama ngucapin tentunya. Dan sekarang aku sudah di kapal tujuan Batam.
Ada acara syukuran malam ini dirumahnya, dan dia tidak tau kalau aku pulang.
Surprise.
Aku bisa lihat
rona wajah bahagianya, today is his birthday, of course he is so happy. Bukan
karena ada aku aja sih terus dia happy. Bahkan sedari tadi dia belum ngobrol
sama aku. Banyak tamu lain yang mau disapanya mungkin.
Aku bertemu
beberapa teman, mereka malah yang tak menyangka aku juga hadir di
ulangtahunnya. Yeah selama ini aku tinggal jauh diluar kota, itu yang mereka
tau. Aku hanya bisa menjawab bahwa aku memang sedang libur dan kebetulan sedang
tidak ada kegiatan jadi pas diundang ya hadir.
Padahal, apa
kabar persiapan ujianku lusa ya, aku meringis sendiri mengingatnya.
****
Jatuh cinta itu indah
katanya, and I feel like that. Kayaknya pusaran dunia aku semua ada dia.
Setelah acara ultah itu hubungan kami makin dekat. Dalam artian makin intens
berkirim pesan. Yah sejauh ini sih aku bahagia bersamanya. Dia makin perhatian.
Dan aku suka. Sesimple itu sih ya.
Beberapa orang
terdekatku, seperti keluarga dan kawan sekamar di asrama, sejauh ini malah
memandang aku dan dia memang sedang menjalin hubungan. Walaupun berkali-kali
aku menyangkalnya. Tapi bagaimana mereka tidak semakin berspekulasi tentangku
dengannya kalau setiap aku menatap HP untuk membaca SMSnya wajah berseri-seri
dan pastinya aku selalu senyum-senyum sendiri.
Argh... virus
merah jambu benar-benar merasukiku.
****
Waktu terus
berjalan. Kadang ada masa dimana aku dan dia tidak berkirim pesan selama
beberapa hari. Kesibukan masing-masing dari kami alasannya. Aku dan semua tugas
kuliah dan ujian ini, dia dan semua kegiatannya, kuliahnya, kerjaannya. Tapi
bisa dibilang kami tidak sampai lost contact.
Akhirnya masa
luang itu tiba, libur puasa dan lebaran. Aku pulang ke Batam dengan perasaan
senang. Dan bahagianya dia juga sudah menyelesaikan pendidikan S1nya beberapa
waktu lalu dan fokus mengajar di sebuah sekolah di Batam.
Tapi terkadang
apa yang kita harapkan malah tidak sesuai harapan. Dengan berat hati aku harus
bilang kalau dia berubah. Dia sudah sangat jarang membalas pesan-pesanku. Aku
pun tak tau dia kenapa. Singkatnya kami saling menjauh. Yah aku sih awalnya
biasa aja, karna bulan puasa kan dirumah pula, jadi lebih fokus ibadah.
Sampai satu hari
di awal ramadhan itu dia mengirimiku pesan, bertanya tentang ta’aruf dan kami
sharing masalah ta’aruf ini. Kami tidak hanya membahas tentang ta’aruf saja,
tapi juga lamaran dan pernikahan.
Coba deh kalau
kalian jadi aku, pasti merasa GR kan kalau ada seorang laki-laki yang mengajak
kita membahas masalah ini. Nah sama, aku juga udah senyum-senyum sendiri. Tapi
kan aku masih kuliah, mana mungkin dia mau melamar aku sekarang? Hahahaha.
Ada-ada saja.
Aku ingat sekali
saat itu, 3 hari sebelum lebaran. Aku sedang santai dirumah sore itu, dan salah
satu teman bertamu kerumah, menyampaikan sebuah surat undangan yang ditujukan
kepada Bapakku. Aku memandang sekilas undangan itu untuk melihat siapa yang
menikah di hari orang-orang masih merayakan lebaran idul fitri?
Mendadak tanganku
dingin, kaki terasa kebas. Jangan tanya hati, sudah terbanting hancur tak
bersisa. Di undangan itu, tercetak jelas namanya dan nama perempuan entahlah
siapa.
Sedih? Pasti.
Kaget? Apalagi.
Patah hati? nah
hal ini yang aku lupa kalau berani jatuh cinta harus berani patah hati.
Tunggu, tunggu
dulu aku harus berpikir jernih. Ya bahkan aku lupa bernafas tadi sangking
kagetnya. Aku menghembuskan nafas dengan
berat. Aku melangkah masuk ke kamar. Menutup pintu dan menguncinya dari dalam.
Aku lihat lagi undangan di tanganku ini.
Namanya dan nama
perempuan entahlah siapa.
Kalian pernah
tidak tiba-tiba merasa sesak, dada seperti di timpa gumpalan besar dan berat.
Sesak dan menyakitkan. Tapi tidak bisa menangis. Aku. Aku merasakannya
sekarang.
Aku melangkah ke
meja rias. Duduk di kursi depan meja rias. Bergetar tanganku membaca huruf demi
huruf di undangan itu. Menunduk dengan sesak. Saat itulah. Saat mataku memanas,
butiran bening itu meluncur jatuh di undangan, menyusul butiran bening lainnya,
melunturkan tulisan di undangan itu. Hp ku bergetar.
Drrrttt...
drrrttt...
Dengan tangan
bergetar kubuka Hpku.
“Dek, udah dapat
undangan nikahan abang kan? Kamu datang ya pas akad, di masjid dekat rumah”
Aku lemas,
menelungkupkan wajahku di meja rias. Aku menangis sesenggukan.
****
Kalau saat jatuh
cinta perasaan akan dibawa terbang ke awan, berwarna indah sekali. Maka saat
patah hati, perasaan seperti dihempaskan dari ketinggian. Hancur tak berbentuk.
Saat lebaran tiba pun aku merasa jadi lebaran paling berat yang kurasakan.
Hari H itu tiba,
suara-suara dari masjid terdengar jelas di rumahku. Aku masih bergelung dengan
selimut saat itu. Malas sekali rasanya beranjak dari kasur. Hingga saat suara
penghulu bertanya apakah calon pengantin laki-laki sudah siap, “Saudara Fian
Adrian saya nikahkan engkau dengan ......”
Aku bangkit dari
kasur, menyambar jilbab di gantungan. Berlari keluar rumah menuju masjid.
Sambil berlari aku masih mendengar dengan jelas dia berucap “Saya terima
nikahnya Nora Bin...........”
Aku sampai di
pintu masjid saat penghulu memimpin do’a.
Selesai. Semua
sudah selesai. Berakhir.
Selama ini ada
satu hal yang baru kusadari saat aku ikut terduduk di barisan belakang tamu
undangan.
Sambil menunduk seolah ikut berdo’a, aku sadar satu hal. Selama ini
aku hanya,
Jatuh Cinta Sendirian.
****
*Author Pov* November
2016.
“Gitu ceritanya Mbak.
Miris kan?”, Sania menunduk sambil mengaduk minumannya yang aku rasa teh hangat
itu sudah dingin sekarang. Tentu saja, Sania curhat sudah dari 2 jam lalu.
“Sedih banget ya
ceritaku Mbak, sampai Kamu ga bisa komen gitu?”, tanyanya lagi.
“Aku, duuuhhh, aku...”
aku kehabisan kata-kata.
“Aku speechles
banget Sania”
“Fian sama Kamu
San. Serius aku gak tau kalau kalian pernah sedekat itu”, aku masih bingung
harus menjawab apa.
“Hahahaha, muka kamu
Mbak. Aneh banget kalau bingung gitu”, Sania malah berseloroh mengomentari
wajah bingungku.
“Heh, ga usah
mengalihkan pembicaraan ya San”, aku mendelik ke arah Sania.
“Kamu masih kenal
Rudy kan Mbak? Nah Si Rudy tuh yang sering nemenin dia kalau pas main kerumah aku.
Setiap lebaran dia selalu ke rumah aku waktu itu Mbak, ya ditemenin si Rudy”,
Sania mengalihkan pandangan ke arah kanan. Aku rasa dia menahan sesuatu. Apa?
Air mata ku rasa.
“San, sorry aku
beneran gak tau kalau kisah kamu sama dia sedrama ini”, aku menyentuh tangan
Sania.
“It’s Okay Mbak,
emang ga ada yang tau kan, kecuali keluarga. Atau sama si Rudy tu. Aku yang malu
kalau ketemu Rudy, jadi teringat dia dan masa lalu, hahahaha”, Sania menjawab
santai.
Ahh Sania.
Dibalik tawanya aku jelas tau ada hati yang pernah terluka. Tapi Sania ini
memang tipe orang yang apapun masalah pribadinya dia selalu tampil senyum di
hadapan semua orang. Kayak orang hidup gak pernah ada beban aja. Tapi sesama
perempuan, aku jelas tau bagaimana hati itu sakitnya.
“hahaha. Udah
move on lah ya ceritanya San?”
“Udah lah Mbak,
hahaha”
“Iyalah udah jadi
suami orang tu. Udah jadi bapak orang lagi. Hahahaha. Berapa sih anaknya dia
sekarang?”
“Gak tau aku Mbak”,
Sania seolah menjawab cuek.
“Ahahaha. Iya deh
yang udah move on. Eh tapi San, pernah gak sih kamu baper kalau misal lagi
online lihat status dia di FB atau foto dia gitu di Istagram?”
“Gak tau ya Mbak,
aku gak follow instagramnya dia sih, gak tau deh dia punya istagram atau gak.
Lagian apaan sih kamu Mbak nanya gitu. Aku udah move on ya. Masa lalu itu”
“Kayak lagu apa
gitu ya San. Masa laluuu...”
“Biarlah masa
lalu, jangan kau ku ungkit jangan....” Sania malah menyaut dan menyanyikan lagu
itu.
“Astaghfirullah.
San, San, udah San. Malu sama jilbab lebar nih”
“hihihi. Iya
Mbak. Mbak sih mancing aja, udah tau aku paling gak tahan kalau udah nyanyi
dangdut begini”
“Hahahaha”
“Kalau udah
hijrah begini ingat masa lalu aku jadi malu sendiri mbak. Segitu butanya
gara-gara virus cinta. Astaghfirullah. Kok bisa sih aku kayak gitu Mbak.
Beneran waktu itu aku gak tau kalau yang aku lakukan itu salah”, Sania terlihat
menyesal sekali.
“Sudahlah San.
Semua orang pasti punya masa lalu. Semua orang kan berproses. Untuk jadi
muslimah sejati kan gak bisa ujuk-ujuk jadi. Ada prosesnya. Ada jalannya. Jodoh
juga gitu kan, kalau mau jodoh yang benar ya jalannya harus benar”, aku mencoba
menyemangati Sania.
“Iya Mbak. Lagian
laki-laki yang baik ya untuk perempuan yang baik, begitupun sebaliknya. Jadi
sekarang ya terus memperbaiki diri ya Mbak?”
“Iya San,
tapi balik lagi ke niat kamu. Memperbaiki dirinya ikhlas karena Allah ya. Bukan
karna mau dapat jodoh yang sholeh aja”
“Hahahaha Iya
Mbak. Iya aku paham kok”.
****
Jatuh cinta
sendirian itu memang menyakitkan. Merasa jatuh, sendirian pula. Zaman
sekararang, orang-orang yang jatuh cinta begitu berisik di media sosial. Mulai
dari saling kasi kode, sampai galau dan tiba-tiba bisa merangkai kata-kata
romantis.
Padahal ya kalau
kita mau merujuk kisah cinta paling romantis
itu justru cintanya saling terpendam, tidak ada satupun yang tau kecuali
yang Maha Tahu, Allah SWT. Seperti kisah cintanya Ali dan Fatimah, anak
Rasulullah. Bertahun tahun tak terendus wangi cinta di hati masing-masing
mereka. Tersimpan rapat di hati masing-masing. Ali yang menyimpan sendiri
perasaannya, begitupun Fatimah. Sampai akhirnya Allah menunjukkan jalannya
kepada Ali lewat pinangan bermodal baju besi. Rasulullah SAW menerima dengan
suka cita lamaran Ali atas putri kesayangannya.
Makanya malu
sendiri zaman sekarang kalau jatuh cinta dan sibuk mengumbar di media sosial. Gak
mau pacaran, tapi sering bikin status ngasih kode biar cepat dilamar, berharap
doi baca gitu? Dan parahnya doi gak peka. #Gubraakk..!!! mana sisi
romantisnya???? Gak bisa kan kayak Fatimah yang mendam rasa cintanya ke Ali, di
pendam dalam sekali, sampai setan aja gak tau kalau Fatimah ada hati ke Ali.
Bisa gak kayak gitu? *Berat coy* Gak bisa emang kalau mau nyamain kayak
Fatimah, tapi setidaknya pelan-pelan lah perbaiki diri, jaga hati, jaga pikiran
juga.
To Sania, Thanks
for sharing ur story. Jadinya gini lho. Maklumin lah ya kalau tata bahasaku di
awal agak gimana gitu. Menyesuaikan sama bahasa anak remaja di masa itu.
Hahaha.
Aku banyak
belajar sih dari kisah ini, kalau jatuh cinta itu sejatinya tentang diri kita
dan perasaan kita sendiri, kan hati diri kita sendiri yang jatuh. Belum tentu
hatinya dia juga jatuh. Ngerti gak? Gak ya? Sama aku juga bingung, hahahaha.
Trus ya perempuan
itu sifatnya baperan. Kalau bahasa aku di cerita ini sih GR (gede rasa) alias
baper (bawa perasaan). Bisa aja si Fian ini emang baik ke semua orang, emang
perhatian ke semua orang. Ada lho tipe lelaki seperti ini. Dibilang tebar
pesona, tapi ya gak gitu juga. Dibilang gak tebar pesona, tapi hobbynya
perhatian ke cewek. Hadeehh. Intinya ini
tipe pria yang emang paling bisa naklukin hati perempuan.Nah lemahnya perempuan
ya gitu. Dikasi perhatian dikit ya langsung deh, merasa nyaman dan berakhir
jatuh cinta.
Namanya juga
jatuh, ya sakit. Coba Bangun Cinta, kan ga sakit ya? #Apaan sih? Huahahaha.
Udah gitu aja deh
cerita di blog aku untuk bulan ini. Thanks for reading ya olmaipren. Maaf kalau
ada Typo dan salah kata. See U on next story ya guys...
-Tari-
Orang biasa yang suka nulis dan baca~
