Sabtu, 26 November 2016

Jatuh Cinta Sendirian





Hai Olmaipren, 
Tampilan blog berubah yee.. Pink-pink gimana gitu, biar lebih apa ya? girly maybe. hahaha :D 
 
Bulan ini aku balik lagi dengan 1 cerpen hasil curhatan dengan sahabatku. ini kisah nyata. nama dan lokasi kejadian disamarkan. Silahkan dinikmati & semoga menghibur ^_^

****

Range Waktu 2010 - 2014

Aku hanya bisa menatap punggungnya pergi menjauh, rasanya campur aduk setelah pertemuan ini.
masih belum rela aja kalau dia cepat-cepat pulang, belum puas aja ngobrol berbagi cerita dan rindu? 
Rindu? Ah yang benar saja, membuatku malu saja untuk mengakuinya.

"Masuk, segera kembali ke kamarmu...!" hardikan keras mengagetkanku.

Galak banget emang penjaga asrama. Ya begini  nasib kalau tinggal di asrama. Kadang aku heran ini aku tinggal di asrama atau di penjara sih? Hahaha.

Sebagaimana menyebalkan aku kuliah disini sebesar itu jualah aku mencintai kampusku ini. Setahun lalu aku memutuskan melanjutkan kuliah di ibu kota provinsi, jauh dari orangtua, tinggal di asrama, demi jurusan kuliah idaman, demi mewujudkan cita-cita mulia. (Sorry guys, saya ga bisa umbar data pribadi sumber ya, privasi katanya. Termasuk jurusan kuliah dan kampus, biar misterius katanya, wkwkwk).

Keputusan besar itu otomatis jadi jalan cerita baru buat aku dan dia. Antara semakin dekat atau malah semakin jauh. Aku segera membuka bingkisan yang tadi dia berikan. Ga usah mikir yang aneh-aneh deh. Ini bingkisan titipan Mama, sengaja dititipkan ke dia karna dia lagi ada urusan di Ibu Kota Provinsi, jadi dia bukan sengaja mau nemuin aku kan disini? Dia cuma mampir. Ingat. Cuma mampir. Please hati jangan GR dulu. 

Drrrttt... drrrttt...

Hp ku bergetar, tanda SMS masuk.

“Maaf tadi gak bisa lama ya dek. Abang masih ada urusan lain. Titipannya mama aman kan? Tadi di kapal rame banget, barang penumpang ditumpuk semua. Gak rusak kan dek?” 

Rusak banget bang. Lihat aja ini snack hancur begini. Keripik ubi kenapa jadi remahan begini.

Tapi aku ga mungkin balas gitu ke dia.

“gak rusak bang. Makasih ya udah mau nganterin. Maaf ngerepotin abang jadinya.” 

“Gpp dek. Gak ngerepotin koq. Oh ya kamu kurusan ya sekarang dek?”

Jelaslah aku kurusan bang, tiap hari mikirin kamu. 

Tapi aku ga mungkin balas gitu ke dia.

“hehehe. Masa sih bang adek kurusan? Padahal makan ku banyak lho. Ngomong2 abang kapan pulang ke Batam? Nginep atau pulang hari?”

“Kamu jangan terlalu stres mikirin kuliah. Enjoy aja. Jangan lupa jaga kesehatan terus ya. Abang pulang hari dek, besok masuk kerja juga, mana bisa nginap.”

Aku buru-buru mengambil satu buku yang sengaja aku selipkan di bawah bantal. Aku menyalin semua obrolan kami di SMS ke buku catatan ini. Terdengar aneh ya? HP jadulku ini, alias HP dengan layar hitam putih ini mana punya memori, kotak masuk penuh, SMS baru tidak bisa masuk. Jadilah aku menyalin semua percakapanku dengannya di buku ini. Dan aku bakal senyum-senyum sendiri kalau baca isi buku ini. Biasanya sebelum tidur aku baca buku ini, sambil agak berharap,” hadir di mimpi aku malam ini bisa bang?”

Drrrttt... drrrttt...

Drrrttt... drrrttt...

HP ku tidak berhenti bergetar diatas meja. Dengan mata tertutup aku meraihnya cepat. Pukul 02.30.

“halo, assalamu’alaikum”

“wa’alaikumsalam. Tahajud dek. Ayo bangun”

“iya 5 menit lagi”

Aku tanpa sadar memencet tombol merah di HP.

Drrrttt... drrrttt...

Drrrttt... drrrttt...

Aku menekan tombol hijau, tapi tidak langsung bersuara.

“Udah bangun dek? Ayo bangun dulu dek, sholat dulu”

Dia sudah lebih dulu menginterupsi, selalu begitu. Dan jangan heran, dia akan selalu menelponku hingga aku benar-benar bangun dan sholat. 


****


Bohong kalau aku mengaku tidak senang dengan semua perhatian dia. Aku senang. Pakai banget. Seperti pagi ini, ujian tengah semester, dan satu sms di pagi hari dari dia benar-benar moodbooster buat aku. Dia manis, hatinya, eh wajahnya juga. Duh aku selalu bingung bagaimana mendeskripsikan fisiknya. Dia lebih tinggi dari aku, rambutnya lurus, dan namanya begitu hangat terukir di hatiku.

Aku dan dia, entahlah sebutannya apa. Pacar? Jelas bukan. Adik? Hah itu lagi. Adik ketemu gede? Hahaha. Kami sahabat dekat. Emang ada sahabat tapi gak dekat? Hah aku bingung sendiri jadinya.

Aku jadi membayangkan kisah awal pertemuan kami. Aku dan dia bertemu di sebuah organisasi. Awalnya tidak ada perasaan apapun. Tapi rasa suka bisa tumbuh karena terbiasa. Seperti pepatah jawa itu lho, witing tresno jalaran songko kulino. Singkat cerita kami jadi sering berbalas pesan. Cerita seputar organisasi sampai hal pribadi. Curhat. Minta saran. Bahkan hal sepele tentang nama kucingku saja dia tau.

Dia perhatian. Baik. Rajin sholat berjamaah. Sopan juga kepada kedua orangtuaku. Aku yang notabene anak pertama perempuan, seperti terjerat sendiri pada sosoknya, aku yang awalnya hanya menganggap dia sebagai sosok abang, harus sesak sendiri sekarang. Ah sepertinya aku beneran sayang sama abang.
Ahh tidak. Aku geleng-geleng kepala sendiri. Sepertinya aku bukan hanya sayang. Aku terlanjur jatuh. Jatuh cinta.


****


Satu hari aku dan teman-teman asrama sedang sibuk di dapur, jadwalku untuk masak. Hari ini minggu. Perkuliahan libur. Baiklah biar aku yang pegang kendali dapur hari ini. 

Drrrttt... drrrttt...

Drrrttt... drrrttt...

Aku cepat mengambil HP di kantong, mungkin mama yang nelpon, ini kan minggu mama biasanya sering nelpon kalau hari minggu.

“Halo Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam adek”
 
Ehh aku mendelik sendiri melihat Hpku dan langsung tersenyum lebar saat tau dia menelponku.

“ehh abang, kirain mama tadi bang yang nelpon”

“ooh, abang ganggu gak nih?”

Aku melirik masakanku di wajan yang hampir matang.

“gak kok bang. Kenapa? Tumben siang nelpon?”

“Gak apa-apa sih. Kangen aja pengen dengar suara kamu”

Bluuusssshhh... Pipiku merona. Untung jaman itu belum ada video call jadi dia gak bisa lihat pipiku yang sudah semerah tomat ini. Baru dikasih gombalan receh doang padahal. Ya ampuuunn.

“hehe.. bisa aja sih abang”

Mendadak suaraku berubah agak kalem n sok imut. Khas cewek-cewek kasmaran.

“hehe.. lagi ngapain kamu dek? Berisik banget kayaknya”

“iya nih bang, lagi di dapur. Hari ini aku masak”

“waahh.. masak apa?”

“Capcay, tapi gak ada seafoodnya, sayur semua”

“Tau emangnya kamu bumbunya capcay apa aja?”

“Abang iiihh, tau laahh...”

Lagi suaraku kedengaran sok manja dan sok imut. Dan percakapan di telepon itu pun berlanjur lama.
Sampai akhirnya dia mengakhiri percakapan karna udah masuk waktu zuhur dan dia mau ke masjid.

“yeeeiii dia telpon aku.. dia kangen suaraku katanya.. dia telpon akuuuu” aku berteriak girang tanpa sadar ternyata HP ku masih tersambung dengannya. Dia belum mematikan panggilan telponnya. Itu artinya dia denger dong aku teriak? OH MY GOODDD...!!!


****

Aku mendadak memutuskan balik ke Batam. Hari ini dia ulang tahun. Tadi malam aku bela-belain begadang sampai jam 12 malam, buat sms dia ngucapin selamat ultah, buat jadi yang pertama ngucapin tentunya. Dan sekarang aku sudah di kapal tujuan Batam. Ada acara syukuran malam ini dirumahnya, dan dia tidak tau kalau aku pulang. Surprise.

Aku bisa lihat rona wajah bahagianya, today is his birthday, of course he is so happy. Bukan karena ada aku aja sih terus dia happy. Bahkan sedari tadi dia belum ngobrol sama aku. Banyak tamu lain yang mau disapanya mungkin.

Aku bertemu beberapa teman, mereka malah yang tak menyangka aku juga hadir di ulangtahunnya. Yeah selama ini aku tinggal jauh diluar kota, itu yang mereka tau. Aku hanya bisa menjawab bahwa aku memang sedang libur dan kebetulan sedang tidak ada kegiatan jadi pas diundang ya hadir.

Padahal, apa kabar persiapan ujianku lusa ya, aku meringis sendiri mengingatnya.


****


Jatuh cinta itu indah katanya, and I feel like that. Kayaknya pusaran dunia aku semua ada dia. Setelah acara ultah itu hubungan kami makin dekat. Dalam artian makin intens berkirim pesan. Yah sejauh ini sih aku bahagia bersamanya. Dia makin perhatian. Dan aku suka. Sesimple itu sih ya.

Beberapa orang terdekatku, seperti keluarga dan kawan sekamar di asrama, sejauh ini malah memandang aku dan dia memang sedang menjalin hubungan. Walaupun berkali-kali aku menyangkalnya. Tapi bagaimana mereka tidak semakin berspekulasi tentangku dengannya kalau setiap aku menatap HP untuk membaca SMSnya wajah berseri-seri dan pastinya aku selalu senyum-senyum sendiri.

Argh... virus merah jambu benar-benar merasukiku. 

****

Waktu terus berjalan. Kadang ada masa dimana aku dan dia tidak berkirim pesan selama beberapa hari. Kesibukan masing-masing dari kami alasannya. Aku dan semua tugas kuliah dan ujian ini, dia dan semua kegiatannya, kuliahnya, kerjaannya. Tapi bisa dibilang kami tidak sampai lost contact. 

Akhirnya masa luang itu tiba, libur puasa dan lebaran. Aku pulang ke Batam dengan perasaan senang. Dan bahagianya dia juga sudah menyelesaikan pendidikan S1nya beberapa waktu lalu dan fokus mengajar di sebuah sekolah di Batam. 

Tapi terkadang apa yang kita harapkan malah tidak sesuai harapan. Dengan berat hati aku harus bilang kalau dia berubah. Dia sudah sangat jarang membalas pesan-pesanku. Aku pun tak tau dia kenapa. Singkatnya kami saling menjauh. Yah aku sih awalnya biasa aja, karna bulan puasa kan dirumah pula, jadi lebih fokus ibadah.

Sampai satu hari di awal ramadhan itu dia mengirimiku pesan, bertanya tentang ta’aruf dan kami sharing masalah ta’aruf ini. Kami tidak hanya membahas tentang ta’aruf saja, tapi juga lamaran dan pernikahan.
Coba deh kalau kalian jadi aku, pasti merasa GR kan kalau ada seorang laki-laki yang mengajak kita membahas masalah ini. Nah sama, aku juga udah senyum-senyum sendiri. Tapi kan aku masih kuliah, mana mungkin dia mau melamar aku sekarang? Hahahaha. Ada-ada saja.

Aku ingat sekali saat itu, 3 hari sebelum lebaran. Aku sedang santai dirumah sore itu, dan salah satu teman bertamu kerumah, menyampaikan sebuah surat undangan yang ditujukan kepada Bapakku. Aku memandang sekilas undangan itu untuk melihat siapa yang menikah di hari orang-orang masih merayakan lebaran idul fitri?
Mendadak tanganku dingin, kaki terasa kebas. Jangan tanya hati, sudah terbanting hancur tak bersisa. Di undangan itu, tercetak jelas namanya dan nama perempuan entahlah siapa. 

Sedih? Pasti.

Kaget? Apalagi.

Patah hati? nah hal ini yang aku lupa kalau berani jatuh cinta harus berani patah hati.

Tunggu, tunggu dulu aku harus berpikir jernih. Ya bahkan aku lupa bernafas tadi sangking kagetnya.  Aku menghembuskan nafas dengan berat. Aku melangkah masuk ke kamar. Menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Aku lihat lagi undangan di tanganku ini.

Namanya dan nama perempuan entahlah siapa.

Kalian pernah tidak tiba-tiba merasa sesak, dada seperti di timpa gumpalan besar dan berat. Sesak dan menyakitkan. Tapi tidak bisa menangis. Aku. Aku merasakannya sekarang. 

Aku melangkah ke meja rias. Duduk di kursi depan meja rias. Bergetar tanganku membaca huruf demi huruf di undangan itu. Menunduk dengan sesak. Saat itulah. Saat mataku memanas, butiran bening itu meluncur jatuh di undangan, menyusul butiran bening lainnya, melunturkan tulisan di undangan itu. Hp ku bergetar.

Drrrttt... drrrttt...

Dengan tangan bergetar kubuka Hpku. 

“Dek, udah dapat undangan nikahan abang kan? Kamu datang ya pas akad, di masjid dekat rumah”

Aku lemas, menelungkupkan wajahku di meja rias. Aku menangis sesenggukan.


****


Kalau saat jatuh cinta perasaan akan dibawa terbang ke awan, berwarna indah sekali. Maka saat patah hati, perasaan seperti dihempaskan dari ketinggian. Hancur tak berbentuk. Saat lebaran tiba pun aku merasa jadi lebaran paling berat yang kurasakan.

Hari H itu tiba, suara-suara dari masjid terdengar jelas di rumahku. Aku masih bergelung dengan selimut saat itu. Malas sekali rasanya beranjak dari kasur. Hingga saat suara penghulu bertanya apakah calon pengantin laki-laki sudah siap, “Saudara Fian Adrian saya nikahkan engkau dengan ......”

Aku bangkit dari kasur, menyambar jilbab di gantungan. Berlari keluar rumah menuju masjid. Sambil berlari aku masih mendengar dengan jelas dia berucap “Saya terima nikahnya Nora Bin...........”

Aku sampai di pintu masjid saat penghulu memimpin do’a.

Selesai. Semua sudah selesai. Berakhir. 

Selama ini ada satu hal yang baru kusadari saat aku ikut terduduk di barisan belakang tamu undangan.

Sambil menunduk seolah ikut berdo’a, aku sadar satu hal. Selama ini aku hanya,  

Jatuh Cinta Sendirian.


****

*Author Pov* November 2016.


“Gitu ceritanya Mbak. Miris kan?”, Sania menunduk sambil mengaduk minumannya yang aku rasa teh hangat itu sudah dingin sekarang. Tentu saja, Sania curhat sudah dari 2 jam lalu.

“Sedih banget ya ceritaku Mbak, sampai Kamu ga bisa komen gitu?”, tanyanya lagi.

“Aku, duuuhhh, aku...” aku kehabisan kata-kata.

“Aku speechles banget Sania”

“Fian sama Kamu San. Serius aku gak tau kalau kalian pernah sedekat itu”, aku masih bingung harus menjawab apa.

“Hahahaha, muka kamu Mbak. Aneh banget kalau bingung gitu”, Sania malah berseloroh mengomentari wajah bingungku.

“Heh, ga usah mengalihkan pembicaraan ya San”, aku mendelik ke arah Sania.

“Kamu masih kenal Rudy kan Mbak? Nah Si Rudy tuh yang sering nemenin dia kalau pas main kerumah aku. Setiap lebaran dia selalu ke rumah aku waktu itu Mbak, ya ditemenin si Rudy”, Sania mengalihkan pandangan ke arah kanan. Aku rasa dia menahan sesuatu. Apa? Air mata ku rasa.

“San, sorry aku beneran gak tau kalau kisah kamu sama dia sedrama ini”, aku menyentuh tangan Sania.

“It’s Okay Mbak, emang ga ada yang tau kan, kecuali keluarga. Atau sama si Rudy tu. Aku yang malu kalau ketemu Rudy, jadi teringat dia dan masa lalu, hahahaha”, Sania menjawab santai.

Ahh Sania. Dibalik tawanya aku jelas tau ada hati yang pernah terluka. Tapi Sania ini memang tipe orang yang apapun masalah pribadinya dia selalu tampil senyum di hadapan semua orang. Kayak orang hidup gak pernah ada beban aja. Tapi sesama perempuan, aku jelas tau bagaimana hati itu sakitnya.

“hahaha. Udah move on lah ya ceritanya San?”

“Udah lah Mbak, hahaha”

“Iyalah udah jadi suami orang tu. Udah jadi bapak orang lagi. Hahahaha. Berapa sih anaknya dia sekarang?”
“Gak tau aku Mbak”, Sania seolah menjawab cuek.

“Ahahaha. Iya deh yang udah move on. Eh tapi San, pernah gak sih kamu baper kalau misal lagi online lihat status dia di FB atau foto dia gitu di Istagram?”

“Gak tau ya Mbak, aku gak follow instagramnya dia sih, gak tau deh dia punya istagram atau gak. Lagian apaan sih kamu Mbak nanya gitu. Aku udah move on ya. Masa lalu itu”

“Kayak lagu apa gitu ya San. Masa laluuu...”

“Biarlah masa lalu, jangan kau ku ungkit jangan....” Sania malah menyaut dan menyanyikan lagu itu.
“Astaghfirullah. San, San, udah San. Malu sama jilbab lebar nih”

“hihihi. Iya Mbak. Mbak sih mancing aja, udah tau aku paling gak tahan kalau udah nyanyi dangdut begini”

“Hahahaha”

“Kalau udah hijrah begini ingat masa lalu aku jadi malu sendiri mbak. Segitu butanya gara-gara virus cinta. Astaghfirullah. Kok bisa sih aku kayak gitu Mbak. Beneran waktu itu aku gak tau kalau yang aku lakukan itu salah”, Sania terlihat menyesal sekali.

“Sudahlah San. Semua orang pasti punya masa lalu. Semua orang kan berproses. Untuk jadi muslimah sejati kan gak bisa ujuk-ujuk jadi. Ada prosesnya. Ada jalannya. Jodoh juga gitu kan, kalau mau jodoh yang benar ya jalannya harus benar”, aku mencoba menyemangati Sania.

“Iya Mbak. Lagian laki-laki yang baik ya untuk perempuan yang baik, begitupun sebaliknya. Jadi sekarang ya terus memperbaiki diri ya Mbak?”

Iya San, tapi balik lagi ke niat kamu. Memperbaiki dirinya ikhlas karena Allah ya. Bukan karna mau dapat jodoh yang sholeh aja

“Hahahaha Iya Mbak. Iya aku paham kok”.


****

Jatuh cinta sendirian itu memang menyakitkan. Merasa jatuh, sendirian pula. Zaman sekararang, orang-orang yang jatuh cinta begitu berisik di media sosial. Mulai dari saling kasi kode, sampai galau dan tiba-tiba bisa merangkai kata-kata romantis.

Padahal ya kalau kita mau merujuk kisah cinta paling romantis  itu justru cintanya saling terpendam, tidak ada satupun yang tau kecuali yang Maha Tahu, Allah SWT. Seperti kisah cintanya Ali dan Fatimah, anak Rasulullah. Bertahun tahun tak terendus wangi cinta di hati masing-masing mereka. Tersimpan rapat di hati masing-masing. Ali yang menyimpan sendiri perasaannya, begitupun Fatimah. Sampai akhirnya Allah menunjukkan jalannya kepada Ali lewat pinangan bermodal baju besi. Rasulullah SAW menerima dengan suka cita lamaran Ali atas putri kesayangannya. 

Makanya malu sendiri zaman sekarang kalau jatuh cinta dan sibuk mengumbar di media sosial. Gak mau pacaran, tapi sering bikin status ngasih kode biar cepat dilamar, berharap doi baca gitu? Dan parahnya doi gak peka. #Gubraakk..!!! mana sisi romantisnya???? Gak bisa kan kayak Fatimah yang mendam rasa cintanya ke Ali, di pendam dalam sekali, sampai setan aja gak tau kalau Fatimah ada hati ke Ali. Bisa gak kayak gitu? *Berat coy* Gak bisa emang kalau mau nyamain kayak Fatimah, tapi setidaknya pelan-pelan lah perbaiki diri, jaga hati, jaga pikiran juga.

To Sania, Thanks for sharing ur story. Jadinya gini lho. Maklumin lah ya kalau tata bahasaku di awal agak gimana gitu. Menyesuaikan sama bahasa anak remaja di masa itu. Hahaha. 

Aku banyak belajar sih dari kisah ini, kalau jatuh cinta itu sejatinya tentang diri kita dan perasaan kita sendiri, kan hati diri kita sendiri yang jatuh. Belum tentu hatinya dia juga jatuh. Ngerti gak? Gak ya? Sama aku juga bingung, hahahaha.

Trus ya perempuan itu sifatnya baperan. Kalau bahasa aku di cerita ini sih GR (gede rasa) alias baper (bawa perasaan). Bisa aja si Fian ini emang baik ke semua orang, emang perhatian ke semua orang. Ada lho tipe lelaki seperti ini. Dibilang tebar pesona, tapi ya gak gitu juga. Dibilang gak tebar pesona, tapi hobbynya perhatian ke cewek. Hadeehh.  Intinya ini tipe pria yang emang paling bisa naklukin hati perempuan.Nah lemahnya perempuan ya gitu. Dikasi perhatian dikit ya langsung deh, merasa nyaman dan berakhir jatuh cinta.

Namanya juga jatuh, ya sakit. Coba Bangun Cinta, kan ga sakit ya? #Apaan sih? Huahahaha.
Udah gitu aja deh cerita di blog aku untuk bulan ini. Thanks for reading ya olmaipren. Maaf kalau ada Typo dan salah kata. See U on next story ya guys...

-Tari-
Orang biasa yang suka nulis dan baca~