Senin, 19 September 2016

Her Engangement and The Tradition




Dear olmaipren,
Pertengahan september nih, post satu cerita katrok lagi deh saya, hehe.

Pertama saya mau bilang tengkiyuh somat buat yang udah mampir dan baca2 di blog katrok ini, viewersnya lumayan lah, diluar dugaan, banyak yang baca, banyak yang makin tau kalau saya katrok, banyak yang makin tau saya dan pemikiran absurd saya. hahaha

Ini blog udah lama banget sebenarnya, dulu-dulu buat blog ini untuk posting materi kuliah , makalah, dll yang berhubungan sama kuliah. Ada juga beberapa curhatan masa alay dulu, yang sekarang udah saya hapusin. Ga kuat iman saya bacanya, karena setiap kali baca seketika itu juga saya langsung beristighfar dan berujar, "Sumpeh, gue alay banget dulu" wkwkwk. Sekarang saya InsyaAllah ga alay lagi, udah tobat, please lah ya sekarang tuh saya sedang membangun image wanita dewasa, kalem, sederhana, dan bersahaja. (Sambil mesem-mesem ga jelas) #Gubrakkk..!!

Kali ini saya mau bahas tentang adat istiadat pertunangan. (Siapa yang tunangan Ri?) baca dulu biar tau, baca dulu mana tau suka, ehh?

****

Sore itu sebelum magrib saya kedatangan tamu dekat. Eh tamyu dekat? Tetangga maksudnya, yang juga teman kecil saya, sebut saja namanya Siti.

Saya juga surpise koq tumben Siti sore-sore gini ke rumah. Ternyata ohh ternyata, She want invite me fo her engagement. Wooooowww, saya langsung excited buat kepoin dia. Hahahaha.

Seseorang pernah bilang ke saya, "Kita ga bisa tebak siapa jodoh kita, mungkin kita sibuk 'seleksi' diluaran sana siapa yang cocok jadi pasangan kita nantinya. Tanpa kita sadari ternyata bisa jadi jodoh kita itu adalah tetangga kita sendiri". Dan hari itu saya bisa membuktikan, satu lagi kisah cinta klasik, dengan judul -Jodohku Tetanggaku-  Hihihi ^_^

Nah singkat cerita ternyata Siti berjodoh dengan tetangganya sendiri. Tapi di tulisan kali ini saya ga bahas tentang seberapa besar peluang jomblo berjodoh dengan tetangga. Hahahaha. Bukan tentang itu ya, si katrok ini mau bahas tentang adat istiadat pertunangan.

Saya tuh udah sering pergi ke acara pesta pernikahan, tapi sejujurnya saya baru kali pertama hadir di acara pertunangan resmi, dengan adat istidat kental seperti tadi malam. Siti dan si calon yang notabene berasal dari keluarga melayu deli, -melayu deli, suku yang berasal dari daerah Deli Serdang, Sumatera Utara- punya adat istidat unik dan menarik untuk acara pertunangan mereka.

Malam itu kediaman Siti tampak ramai, keluarga besar yang berkumpul, tetangga, kerabat, dan juga teman dekat ikut berkumpul menambah suasana bahagia dirumah itu. Siti yang malam itu memakai gamis putih dipadu padankan dengan hijab pink tampak manis dengan tampilannya yang sederhana dan anggun, senyum merekah khas orang-orang yang sedang kasmaran. Aura orang yang udah ketemu jodoh emang beda ya sama aura jomblo? wkwkwk

Acara dimulai ketika rombongan pihak laki-laki datang, mereka membawa berbagai macam barang, mulai dari buah-buahan, roti, kue, dan bunga-bunga. Diawali dengan penyerahan tapak sirih. -Kalau dalam suku melayu disebutnya sirih junjung, isinya daun sirih, pinang, kapur, dll- Pihak perempuan menerima tapak sirih tersebut menandakan diterimanya pihak laki-laki di rumah itu. Tapak sirih pun di geser sampai ke beberapa pihak perempuan untuk dicicipi. Kemudian pihak laki-laki menyerahkan sebagian uang mahar kepada pihak perempuan. jadi uang ini ditaruh di sebuah wadah khusus, biasanya wadahnya berbentuk masjid kecil, lalu diterima oleh Ibu si pihak perempuan. Wadah berisi uang ini dibawa dengan cara digendong memakai selendang oleh si Ibu untuk di tunjukkan kepada si calon mempelai perempuan. Selanjutnya yaitu penyematan cincin tunangan  kepada pihak perempuan.

Selama acara berlangsung, saya berasa yang takjub banget gitu dengan keragaman adat istiadat macam-macam suku di Indonesia. Awalnya saya yang terbiasa berpikir rasional dan ga mau ribet, mikirnya nikah ya nikah aja sih, kalau udah cocok yang langsung nikah. Kalian berpikiran kayak gitu juga?
oh guys, kayaknya otak kita mesti di refresh ulang deh. hahaha

Sejatinya kita ga bisa memungkiri bahwa hidup kita tidak bisa terlepas dari adat istiadat yang berlaku dalam keluarga dan masyarakat. Ingat hal itu kalau ngaku orang Indonesia, kecuali kalian tinggal di luar negeri dan sebebas kalian lah terlepas dari adat yang ada. Nah setelah menyaksikan acara pertunangan malam itu saya jadi semakin bangga dengan Indonesia, dengan semua keberagaman suku dan adat istiadat yang ada. Benar-benar unik dan berkesan aja gitu jadinya.

Sesekali saya ikut mendengarkan cerita para ibu-ibu yang hadir. Jadi menurut ibu-ibu yang datang malam itu, kalau di acara tunangan ada tapak sirih, ibu-ibu dengan suka hati mengambil sejumput sirih dan isinya untuk dibawa pulang dan diberikan kepada anak gadis mereka. Tujuannya apa? supaya cepat nular katanya. Supaya anak gadisnya cepat dilamar orang juga. Hahaha.
Dan tadi malam karna saya jomblo bahagia yang datang ke acara itu sendirian, ibu saya tidak ikut, jadilah saya yang disodorin sirih dan seperangkatnya. Awalnya udah nolak, karna saya emang ga doyan dan ga pernah makan sirih dan pinang, tapi akhirnya saya terima juga, simpen aja dah di kantongin, kali aja nular juga, besok-besok giliran saya yang dilamar. Bilang Aamin boleh kan? Aamiin... (hahahaha, lebay banget sumpeh).

Ngomongin masalah pertunangan, saya jadi ingat teman saya pernah berspekulasi bahwa dalam Islam tidak ada namanya tunangan. Ya saya tau hal ini. Nah untuk beberapa suku seperti teman saya Siti itu saya juga bisa lihat sendiri koq sepertinya acara tunangan dia juga tidak melanggar syariat Islam, karna saya tau benar seperti apa pemahaman Islam di keluarganya. Acara adat yang berlangsung juga khidmat, bahkan saat penyematan cincin kepada Siti, hal itu dilakukan oleh perwakilan pihak laki-laki (biasanya sih Ibu si calon mempelai laki-laki) kepada si calon mempelai perempuan. Bukan kayak acara tunangan di tivi-tivi si cowok berlutut di depan si cewek kemudian bertanya "would u marry me?"  trus si cewek mengangguk malu-malu, trus si cowok masangin cincin di jari cewek, trus resmi deh tunangan. Hahaha. Itu sinetron banget. Ga kayak gitu ya. Acara tunangannya Siti juga tidak menunjukkan interaksi langsung antara Siti dan Calonnya. Tetapi malah kepada interaksi calon kepada keluarga besarnya.

Merujuk pada uniknya acara pertunangan ini, saya jadi ingat cerita teman saya orang bugis. Jadi sebelum resmi dilamar membawa keluarga besar, untuk suku bugis itu ada namanya penyelidikan calon mempelai. ini terjadi oleh para mempelai perempuan. Penyelidikan dilakukan secara rahasia oleh pihak calon mempelai pria. Tujuannya tak lain untuk mengetahui latar belakang calon mempelai wanitanya. Dalam masa penyelidikan yang berarti juga masa penjajakan ini cukup bikin deg-degan ya bagi calon mempelai wanita. Apalagi kalau bukan adanya pemantauan pada latar belakangnya. Kalau kita kaitkan di jaman sekarang kayaknya jadi mudah deh kalau mau nyelidikin calon, tinggal buka medsosnya aja sih, ya ga? hahahaha.

Ada lagi teman saya suku aceh pernah cerita, adat tunangan mereka sih hampir sama kayak adatnya Siti, suku melayu deli, atau umumnya melayu, dengan tapak sirih dan barang hantarannya. Yang unik ada penyerahan tanda perkawinan, kayak pakaian wanita dan perhiasan. Jika kedepanya pertunangan ini batal atas permintaan pihak laki-laki, maka tanda perkawinan ini dianggap hangus. Namun jika yang memutuskan adalah pihak wanita, maka dia harus mengganti seserahan sejumlah 2 kali lipat. Weeww 2 kali lipat itu rasanya kayak apa ya? udah putus cinta, ga jadi nikah, mesti ganti 2 kali lipat lagi??? *Adek ga kuat bang,,, wkwkwkwk
 

****

Tunangan atau langsung menikah semua kembali ke kebiasaan adat isitidat yang berlaku di keluarga kalian. Apapun itu adatnya asal tidak melanggar syariat agama ya oke aja sih menurut saya.
Terakhir saya mau bilang Barakallah untuk teman kecil saya sekaligus tetangga saya yang baik hati ini, Siti, semoga lancar dan dimudahkan urusannya smapai ke hari H. Saya siap jadi panitia jaga prasmanan, hehe


See u olmaipren. tengkiyuh udah baca tulisan absurd saya kali ini.

Tari~